BUKAN BALI BIASA -- part 1



Diiringi Bukan Sekedar Kata-nya The Overtunes, pesawat Air Asia yang sempat delay satu jam setengah akhirnya mendarat mulus di bandara Ngurah Rai Bali. Dengan setengah rasa tidak percaya saya keluar dan mendapati sambutan lampu kekinian bertuliskan BALI 2018. Sejak itu senyum pepsoden tak lepas dari wajah meskipun tidak ada jodoh yang menunggu saya di pintu kedatangan. 

Hello (again), Bali!

Saat berumur dua tahun dan kelas satu SMP, sebenarnya saya pernah ke Bali bersama keluarga besar kantor orang tua saya. Nah pas SMA kelas dua, ada program study tour yang membawa saya kembali lagi ke Bali. Itu artinya ini adalah kali keempat saya ke Bali. Wow saya harusnya sudah dapat piring cantik. Kalo bisa. 

Nggak bosen, Fid? Dengan mantap saya bilang: kamu nggak pernah bisa bosen dengan Bali. (Bisa jadi Bali yang bosen sama kamu.) Malahan saya benar-benar merasa Bali menyambut saya dengan sangat berbeda. 

Beda gimana, Fid?

Kalo dulu perginya rombongan gede dan sudah ikut tour, kali ini cuma berdua sama Ina. Nggak bisa lagi cuma duduk manis terus nyampe di tempat wisata hits. Kami harus nyari tiket pesawat, hotel, bikin itinerary, mikirin transport sampe makan. 

Berbekal pengalaman Ina yang udah melancong sampe Thailand seorang diri ditambah sedikit kenekatan jiwa muda saya, dengan mengucap bismillah, kami bisa-bisain urus sendiri semuanya. 

Satu-satunya yang nggak bisa kami urus adalah cuaca. Pas banget kami datang di saat Bali sedang basah-basahnya. Prakiraan cuaca selalu menunjukkan hujan atau gerimis. Dan diantara kami tidak ada yang berprofesi sebagai pawang hujan.

Pantai

Kami menginap di Tanaya Jalan Legian. Kawasan ini otomatis bisa bikin kamu sampe pantai Kuta cukup dengan kepleset. Bisa juga bikin kamu khilaf karena sepanjang jalan isinya toko kerajinan, cafe, club, factory outlet, dan tempat pijat (tanpa plus-plus). Hari pertama cuma kami habiskan dengan jalan-jalan, beli-beli, makan-makan dan tidur-tidur karena hujan.

Hari kedua kami memutuskan untuk meminjam sepeda motor. Jadwal kami hari ini temanya pantai. Ada Dreamland Beach, Bingin dan Padang-Padang. Ditutup dengan Uluwatu dan Tari Kecak.


Dengan dipandu google maps tercinta sampailah kami di Dreamland Beach. Tentu saja dengan drama kesasar yang alhamdulillah nggak jauh. Jalan masuk pantai ini tuh terletak di kawasan mewah berisi kumpulan resort, villa dan padang golf. Sempat nggak nyangka, loh. Deg-degan karena mengira karcis masuk bakalan mahal, eh di sini ternyata nggak ada tiket masuknya, cukup bayar parkir motor dua ribu rupiah. Suasana masih sangat sepi, selain karena weekdays juga karena bukan musim liburan.

Pasir putih, debur ombak dan wangi dupa menyambut. Serasa pantai pribadi ini! Saya masih nggak nyangka bisa sampai sini. Kami duduk-duduk, jalan di bibir pantai, liatin pemandangan, maen air, ngalamun, bengong, foto-foto, duduk di kursi santai, dihampirin ibunya yang memberi tahu bahwa ternyata kursi santai tersebut disewakan, lalu jalan lagi sampai puas. Eh nggak puas juga sih mengingat kami masih harus ke pantai berikutnya. Dipuas-puasin #teteup.



Meluncurlah kami ke Pantai Bingin. Trivia nih ya, pantai ini bisa dibilang masih hidden beach. Kenapa? Jalan ke sananya susaaaaahhh. Kecil dan cuma bisa jalan kaki. Motor kami parkir di sisi kampung dan kami harus berjalan kaki menelusuri deretan villa, lewatin dalamnya, sela-sela rumah turuunnn terus ke bawah. Lumayan capek lho ada kali jalan 15 menit. Kaya ga percaya masa sih harus lewat sini?



Jalannya cuma bisa dilewatin satu orang doang. Tenang dan sepi. Cocok sih untuk orang yang pingin menyepi dari kota. Dan kehidupan yang fana ini.

Begitu sampai pantai, duh Ya Rabbi cantik bangeeeettt. Kami langsung duduk aja gitu di pantai, Delosoran style. Banyak wisatawan yang baca buku, berjemur dan surfing. Iya di sini ombaknya bagus untuk surfing dan belajar sufing. No handphone no social media. Kami duduk bengong lama. Yak tapi gerimis tiba-tiba datang. Bengong bubar, kami meneduh di bawah kafe. Literally di bawah bangunan kafe.

Karena sudah siang dan masih harus ke Padang-Padang, kamipun melanjutkan perjalanan. Kami bahkan nggakk sempet foto-foto di sini. Hahaha.

Lanjut ke Pantai Padang-Padang. Bisa dibilang ini pantai paling well prepared. Parkirannya luas, ada gapura selamat datangnya, banner nama pantai guede buanget. Pas masuk melewati tangga turunan yang udah bagus tapinya kudu nyelip-nyelip di antara bebatuan karang gitu. #yanasip

Ternyata eh ternyata ini juga pantai paling rameeee. Bibir pantai yang kecil membuat pantai ini terkesan sempit. Berjalan ke arah kanan sedikit (mohon maap saya buta arah di sini) langsung terlihat perbukitan karang. Batuan karang juga tersebar di sini. Eit tapi tenang tetep bersih dan bagus parahhh.




Kegiatan yang saya lakukan masih sama: duduk-duduk, bengong, foto-foto, main pasir, main air sedikit, lalu repeat.

Destinasi terakhir: Uluwatu dan Tari Kecak.
Singkatnya Uluwatu adalah sebuah kompleks peribadatan umat Hindu yang terletak di atas bibir cadas. Bawahnya tebing curam dan lautan membentang. Di sini setiap pukul 6 sore akan ada pertunjukkan Tari Kecak. Kamu bisa membeli tiket masuk Uluwatu sebesar 30 ribu (lupa-lupa ingat) dan Tari Kecak 100 ribu. Eit khusus tari ini baru bisa dibeli mulai jam 5 sore ya. Wajar kalau sering kehabisan karena penjualan hanya dilayani di dalam Uluwatu (nggak bisa beli online) (atau mungkin sudah bisa tapi saya tidak tahu).


Nasib tak bisa ditolak, hujan deras dan angin kencang tiba-tiba turun. Saya yang seorang diri di Uluwatu langsung bergabung dengan rombongan lain meneduh di sebuah bangunan lumayan besar. Ina sedang kembali ke kompleks Dreamland Beach untuk sholat :")

Sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk nggak ada tari Kecak, eh puji Tuhan tetep ada tarinya. Langsung deh kami beli tiket dan ke venue pertunjukkan. Ina datang nggak lama kemudian.

Dan kemudian yang terjadi adalah mahakarya luar biasa.

Saya bener-bener menikmati pertunjukan satu jam itu. Ditengah angin super kenceng sampai-sampai takut terbang dan ada penari yang mirip mantan gebetan (okay abaikan). Venuenya itu seperti ampli teather. Sebagian besar penarinya laki-laki. Dibawakan dengan tanpa musik melainkan langsung dinyanyikan. "Cak cak cak" Makanya dinamakan Tari Kecak.



Inti cerita Tari Kecak bisa dicari di wikipedia ya teman-teman ehehehe. Pokoknya hari itu kami pulang dengan hati gembira dan kaki yang mau copot.

Part 2 segera menyusul, stay tune! 😂

Comments

  1. Beneeerr. Udah beberapa kali ke Bali juga tetep nggak akan bosen :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog